Jumat, 30 April 2010

Rusli

RUSLI (Lahir/Born 1916)




Lukisan ini merupakan abstraksi pemandangan Tanah Lot Bali yang sangat terkenal itu. Akan tetapi, sebagaimana lukisan Rusli lainnya, yang lebih dipentingkan adalah suasana puitis abstraksi objek itu lewat goresan-goresannya yang essensial. Lebih dari itu, Rusli juga sangat menyukai warna, sehingga struktur dan impresi objek-objek itu lahir lewat intensitas warna-warna. Dalam lukisan ini bukit Tanah Lot tersusun lewat jalinan garis-garis warna yang lincah. Untuk merepresentasikan laut, Rusli menggunakan lima tarikan garis besar berwarna biru di sekitar bukit. Dengan meletakkan ego di atas bukit Tanah Lot, Rusli menjadi sempurna sebagai essensialis yang menyeleksi objek-objeknya. Dalam ritme yang lincah, likusan-lukisannya juga selalu terjaga dalam komposisi yang ketat.

Dalam dunia modern, ketika seniman menhadapi berbagai fenomena dunia yang semakin rumit dan semakin cepat perubahannya, maka ia perlu melakukan intensifikasi dalam pengamatannya. Untuk itu dalam pergulatannya dengan objek-objek, pelukis akan melakukan seleksi dan juga proses maturasi (perenungan) pada objek-objeknya. Dalam proses melukis Rusli lebih dahulu menggali objeknya lewat pengamatan dan perenungan. Proses untuk mematangkan perenungan memerlukan waktu lebih lama dibandingkan mengungkapkannya, apalagi dengan teknik ala prima yang sekali gores jadi. Objek yang dituangkan lewat garis-garis transparan dan ditempatkan pada ruang-ruang kosong, menghadirkan kejernihan pergulatan Rusli ketika menangkap esensi objek-objek. Di sinilah para pengamat melihatnya seperti proses melahirkan puisi-puisi Haiku dalam kanvas.

Kecenderungannya yang demikian merupakan fenomena seni lukis liris (curahan hati) yang jarang diikuti pelukis-pelukis lain di Indonesia pada masa itu, yaitu sekitar tahun 1950-an. Untuk itu, waktu ia pameran di Stedelijk Museum Amsterdam, di Kunst Zaal Plaats Den Haag, dan Ismeo Roma, ia mendapat sambutan yang hangat dari para penulis Barat sebagai master dengan teknik yang sempurna. Lukisan Rusli dikatakan sebagai neoimpresionisme, semi abstrak atau kadang-kadang ekspresionistis.

Tanah Lot / Tanah Lot (1977)

Cat minyak di atas kanvas / Oil on canvas, 65 x 50 cm, Inv. 499/SL/B






Kamis, 29 April 2010

ACHMAD SADALI (1924 -1987)






Desert Bandung




Gunungan Emas 1980 Cat minyak, kayu, kanvas / Oil, wood, canvas, 80 x 80 cm, Inv. 176/SL/A






ACHMAD SADALI (1924 -1987)


Lukisan Achmad Sadali, “Gunungan Emas”, 1980 ini merupakan salah satu ungkapan yang mewakili pencapaian nilai religiusitasnya. Sebagai pelukis abstrak murni Sadali memang telah lepas dari representasi bentuk-bentuk alam. Namun demikian, dalam bahasa visual semua bentuk yang dihadirkan seniman dapat dibaca dengan berbagai tingkatan penafsiran. Dalam usia peradaban yang ada, manusia telah terbangun bawah sadarnya oleh tanda-tanda yang secara universal bisa membangkitkan spirit tertentu. Warna-warna berat, noktah dan lubang, serta guratan-guratan pada bidang bisa mengingatkan pada citra misteri, arhaik, dan kefanaan. Tanda segi tiga, konstruksi piramida memberikan citra tentang religisitas. Lebih jauh lagi lelehan emas dan guratan-guratan kaligrafi Al Qur’an dapat memancarkan spiritualitas islami. Semua tanda-tanda tersebut hadir dalam lukisan-lukisan Sadali, sehingga ekspresi yang muncul adalah kristalisasi perenungan nilai-nilai religius, misteri dan kefanaan.

Pembacaan tekstual ikonografis itu, telah sampai pada interprestasi imaji dan pemaknaan bentuk. Namun demikian karena Sadali selalu menghindar dengan konsep eksplisit dalam mendeskripsikan proses kreatifnya, maka untuk menggali makna simbolis karya-karyanya perlu dirujuk pandangan hidupnya. Sebagai pelukis dengan penghayatan muslim yang kuat, menurut pengakuannya renungan kreatifitas dalam melukis sejalan dengan penghayatannya pada surat Ali Imron, 190 – 191 dalam Al Qur’an. Ia disadarkan bahwa sebenarnya manusia dianugerahi tiga potensi, yaitu kemampuan berzikir, berfikir, dan beriman untuk menuju “manusia ideal dan paripurna” (Ulul-albab). Menurut Sadali daerah seni adalah daerah zikir. Makin canggih kemampuan zikir manusia, makin peka mata batinnya. Dalam lukisan “Gunungan Emas” ini dapat dilihat bagaimana Sadali melakukan zikir, mencurahkan kepekaan mata batinnya dengan elemen-elemen visual.


Cat minyak, kayu, kanvas / Oil, wood, canvas, 80 x 80 cm, Inv. 176/SL/A

Selasa, 27 April 2010

AFFANDI



AFFANDI (1907 – 1990)

Lukisan Affandi yang menampilkan sosok pengemis ini merupakan manifestasi pencapaian gaya pribadinya yang kuat. Lewat ekpresionisme, ia luluh dengan objek-objeknya bersama dengan empati yang tumbuh lewat proses pengamatan dan pendalaman. Setelah empati itu menjadi energi yang masak, maka terjadilah proses penuangan dalam lukisan seperti luapan gunung menuntaskan gejolak lavanya. Dalam setiap ekspresi, selain garis-garis lukisanya memunculkan energi yang meluap juga merekam penghayatan keharuan dunia bathinnya. Dalam lukisan ini terlihat sesosok tubuh renta pengemis yang duduk menunggu pemberian santunan dari orang yang lewat. Penggambaran tubuh renta lewat sulur-sulur garis yang mengalir, menekankan ekspresi penderitaan pengemis itu. Warna coklat hitam yang membangun sosok tubuh, serta aksentuasi warna-warna kuning kehijauan sebagai latar belakang, semakin mempertajam suasana muram yang terbangun dalam ekspresi keseluruhan.

Namun dibalik kemuraman itu, vitalitas hidup yang kuat tetap dapat dibaca lewat goresan-goresan yang menggambarkan gerak sebagian figur lain. Dalam konfigurasi objek-objek ini, komposisi yang dinamis. Dinamika itu juga diperkaya dengan goresan spontan dan efek-efek tekstural yang kasar dari plototan tube cat yang menghasilkan kekuatan ekspresi.

Pilihan sosok pengemis sebagai objek-objek dalam lukisan tidak lepas dari empatinya pada kehidupan masyarakat bawah. Affandi adalah penghayat yang mudah terharu, sekaligus petualang hidup yang penuh vitalitas.Objek-objek rongsok dan jelata selalu menggugah empatinya. Oleh karenanya, ia sering disebut sebagai seorang humanis dalam karya seninya. Dalam berbagai pernyataan dan lukisannya, ia sering menggungkapkan bahwa matahari, tangan dan kaki merupakan simbol kehidupannya. Matahari merupakan manifestasi dari semangat hidup. Tangan menunjukkan sikap yang keras dalam berkarya dan merealisir segala idenya. Kaki merupakan ungkapan simbolik dari motivasi untuk terus melangkah maju dalam menjalani kehidupan. Simbol-simbol itu memang merupakan kristalisasi pengalaman dan sikap hidup Affandi, maupun proses perjalanan keseniannya yang keras dan panjang. Lewat sosok pengemis dalam lukisan ini, kristalisasi pengalaman hidup yang keras dan empati terhadap penderitaan itu dapat terbaca.

Pengemis / The Begger (1974)

Cat minyak di atas kanvas / Oil on canvas, 99 x 129 cm, Inv. 678/SL/C

BASUKI ABDULLAH



BASUKI ABDULLAH (1915 – 1993)

Lukisan Basuki Abdullah yang berjudul “Kakak dan Adik”, 1978 ini merupakan salah satu karyanya yang menunjukkan kekuatan penguasaan teknik realis. Dengan pencahayaan dari samping, figur kakak dan adik yang dalam gendongan terasa mengandung ritme drama kehidupan. Dengan penguasaan proporsi dan anatomi, pelukis ini menggambarkan gerak tubuh mereka yang mengalunkan perjalanan sunyi. Suasana itu, seperti ekspresi wajah mereka yeng jernih tetapi matanya menatap kosong. Apalagi pakaian mereka yang bersahaja dan berwarna gelap, sosok kakak beradik ini dalam selubung keharuan. Dari berbagai fakta tekstual ini, Basuki Abdullah ingin mengungkapkan empatinya pada kasih sayang dan kemanusiaan.

Namun demikian, spirit keharuan kemanusiaan dalam lukisan ini tetap dalam bingkai romantisisme.Oleh karena itu, figur kakak beradik lebih hadir sebabagi idealisme dunia utuh atau bahkan manis, daripada ketajaman realitas kemanusiaan yang menyakitkan. Pilihan konsep estetis yang demikian dapat dikonfirmasikan pada semua karya Basuki Abdullah yang lain. Dari beberapa mitologi, sosok-sosok tubuh yang telanjang, sosok binatang, potret-potret orang terkenal, ataupun hamparan pemandangan, walaupun dibangun dengan dramatisasi namun semua hadir sebagai dunia ideal yang cantik dengan penuh warna dan cahaya.

Berkaitan dengan konsep estetik tersebut, Basuki Abdullah pernah mendapat kritikan tajam dari Sudjojono. Lukisan Basuki Abdullah dikatakan sarat dengan semangat Mooi Indie yang hanya berurusan dengan kecantikan dan keindahan saja. Padahal pada masa itu, bangsa Indonesia sedang menghadapi penjajahan, sehingga realitas kehidupannya sangat pahit. Kedua pelukis itu sebenarnya memang mempunyai pandangan estetik yang berbeda, sehingga melahirkan cara pengungkapan yang berlainan. Dalam kenyataan estetik Basuki Abdullah yang didukung kemampuan teknik akademis yang tinggi tetap menempatkannya sebagai pelukis besar. Hal itu terbukti berbagai penghargaan yang diperoleh, juga dukungan dari masyarakat bawah sampai kelompok elite di istana, dan juga kemampuan bertahan karya-karyanya eksis menembus berbagai masa.

Kakak dan Adik / Brother and Sister (1978)

Cat minyak di atas kanvas / Oil on canvas, 65 x 79 cm, Inv. 43/SL/A

ABAS ALIBASYAH


ABAS ALIBASYAH (Lahir/born 1928)

Abas Alibasyah pada tahu 1960-an termasuk pelukis yang telah melakukan pembaharuan dengan melakukan abstraksi pada lukisannya. Perspektif terhadap objek yang demikian didorong oleh perubahan sosiokultural yang mulai menggejala di Indonesia. Moderinasasi merupakan jiwa zaman yang menjadi mitos baru pada akhir 1960 sampai awal 1970, tak terkecuali dalam habitat seni rupa Yogyakarta yang pada saat itu masih sangat dominan dengan berbagai bentuk paradigma estetik kerakyatan. Respons terhadap modernisasi dalam seni rupa, selain mendorong perubahan bentuk ke arah peringkasan, konseptualisasi, dan abstraksi, juga menunjukkan proses pergulatan mempertahankan nilai-nilai ke Indonesian dari berbagai penetrasi kebudayaan Barat. Abas melakukan kedua hal itu, Abas menyerap spirit modernisasi itu dengan menerapkan pola dasar geometrik dalam mengabstraksi objek-objek. Di samping itu, ia terus berusaha menggali perbendaharaan visual tradisi dalam objek-objek lukisannya.

Dalam lukisan berjudul “Garuda” 1969 ini, penerapan pola dasar geometrik untuk mengabstraksi bentuk burung garuda sangat dominan. Menjadi unik karena deformasi bentuk garuda telah sedemikian jauh, sehingga yang lebih penting adalah ekspresi berbagi unsur visual yang ada. Warna merah dengan gradasi kea rah violet dan oranye memberi kekuatan sebagai latar belakang yang ekspresif. Bentuk burung muncul lewat konstruksi serpihan bidang dengan warna kuning dan hijau, diikat dengan tekstur dan goresan kasar yang mencitrakan nafas primitif. Lukisan ini juga seperti karya-karya Abas dalam periode itu, yang dipengaruhi oleh sumber-sumber visual dari berbagai patung etnis Nusantara. Sikap estetis Abas tersebut, merupakan perwujudan yang kongkrit dalam proses pergulatan mempertahankan nilai-nilai indegeneous dalam terpaan gelombang budaya Barat yang terbungkus dalam euphoria modernisme masa itu.

Garuda / The Eagle (1969)

Cat minyak di atas kanvas / Oil on canvas, 100 x 66 cm, Inv. 12/SL/A

Raden Saleh

RADEN SALEH (1807 – 1880)

Lukisan Raden Saleh yang berjudul “Badai” ini merupakan ungkapan khas karya yang beraliran Romatisme. Dalam aliran ini seniman sebenarnya ingin mengungkapkan gejolak jiwanya yang terombang-ambing antara keinginan menghayati dan menyatakan dunia (imajinasi) ideal dan dunia nyata yang rumit dan terpecah-pecah. Dari petualangan penghayatan itu, seniman cenderung mengungkapkan hal-hal yang dramatis, emosional, misterius, dan imajiner. Namun demikian para seniman romantisme sering kali berkarya berdasarkan pada kenyataan aktual.

Dalam lukisan “Badai” ini, dapat dilihat bagaimana Raden Saleh mengungkapkan perjuangan yang dramatis dua buah kapal dalam hempasan badai dahsyat di tengah lautan. Suasana tampak lebih menekan oleh kegelapan awan tebal dan terkaman ombak-ombak tinggi yang menghancurkan salah satu kapal. Dari sudut atas secercah sinar matahari yang memantul ke gulungan ombak, lebih memberikan tekanan suasana yang dramatis.

Walaupun Raden Saleh berada dalam bingkai romantisisme, tetapi tema-tema lukisannya kaya variasi, dramatis dan mempunyai élan vital yang tinggi. Karya-karya Raden Saleh tidak hanya sebatas pemandangan alam, tetapi juga kehidupan manusia dan binatang yang bergulat dalam tragedi. Sebagai contoh adalah lukisan “Een Boschbrand” (Kebakaran Hutan), dan “Een Overstrooming op Java” (Banjir di Jawa), “Een Jagt op Java” (Berburu di Jawa) atau pada “Gevangenneming van Diponegoro” (Penangkapan Diponegoro). Walaupun Raden Saleh belum sadar berjuang menciptakan seni lukis Indonesia, tetapi dorongan hidup yang diungkapkan tema-temanya sangat inspiratif bagi seluruh lapisan masyarakat, lebih-lebih kaum terpelajar pribumi yang sedang bangkit nasionalismenya.

Noto Soeroto dalam tulisannya “Bi het100Geboortejaar van Raden Saleh (Peringatan ke 100 tahun kelahiran Raden Saleh), tahu 1913, mengungkapkan bahwa dalam masa kebangkitan nasional, orang Jawa didorong untuk mengerahkan kemampuannya sendiri. Akan tetapi, titik terang dalam bidang kebudayaan (kesenian) tak banyak dijumpai. Untuk itu, keberhasilan Raden Saleh diharapkan dapat membangkitkan perhatian orang Jawa pada kesenian nasional.

Badai / The Storm (1851)

Cat minyak di atas kanvas / Oil on canvas, 97 x 74 cm, Inv. 490/SL/B

10 Lukisan Termahal Sedunia

Bila satu US $ saat ini adalah Rp. 11.000, maka lukisan yang berjudul "Portrait of Adele Bloch-Bauer " Oleh Gustav Klimt nilainya adalah setara dengan Rp 1, 5 Trilyun (Baca : Satu setengah Trilyun). Dalam Dollar, nilai lukisan karya Gustav Klimt ini adakah setara dengan US$ 135.000.000.

"Portrait of Adele Bloch-Bauer " Oleh Gustav Klimt (US $ 135.000.000)

Lukisan diatas dibuat oleh Gustav limt pada tahun 1907. Dengan dukungan pemerintah Austria, pada tahun 2006, kolektor Ronald S Lauder berusaha membeli kembali lukisan diatas agar disimpan kembali ke negera pembuat lukisannya.

Selain lukisan karya Gustav diatas, terdapat 9 lukisan lain yang digolongkan sebagai lukisan termahal sedunia.

2. Garçon à la Pipe Karya Pablo Picasso ($104,100,000). Record harga lukisan ini dipecahkan pada tanggal 4 Mei di balai lelang Sotheby.

Garçon à la Pipe Karya Pablo Picasso ($104,100,000)

3. Dora Maar with Cat karya Pablo Picasso ($95,200,000). Dilukis oleh Pablo Picasso pada tahun 1941. Harga diatas dipecahkan di balai lelang Sotheby pada tanggal 3 Mei 2006.

Dora Maar with Cat karya Pablo Picasso ($95,200,000)

4. Portrait of Dr. Gachet karya Vincent van Gogh ($82,500,000). Lukisan ini menjadi terkenal ketika dibeli Ryoei Soto seorang bisnisman Jepang di balai lelang Christie New York. Sesaat setelah membelinya, Soto membuat wasiat agar kalau dia meninggal kelak maka mohon lukisan yang dibelinya ini ikut dikremasi bersama dengan jenazahnya. Namun wasiat ini ternyata tidak ditunaikan, Soto sendiri meninggal pada tahun 1996, dan lukisan diatas tetap utuh hingga kini.

Portrait of Dr. Gachet karya Vincent van Gogh ($82,500,000)

5.Bal Au Moulin de la Galette karya Pierre-Auguste Renoir ($78,000,000). Lukisan ini dibuat pada tahun 1876. Pada tahun 1990 lukisan ini dibeli oleh pembeli yang sama dengan lukisan Van Gogh sebelumnya. Bisa dibayangkan bagaimana kekayaannya orang Jepang tersebut karena pada tahun yang sama membeli dua buah lukisan yang sangat mahal sekali.

Bal Au Moulin de la Galette karya Pierre-Auguste Renoir ($78,000,000)

6. Massacre of the Innocents karya Peter Paul Rubens ($76,700,000). Lukisan ini dibuat pada tahun 1611. Harga sebesar ini didapat pada tahun 2002 di balai lelang Sotheby’s.

Massacre of the Innocents karya Peter Paul Rubens ($76,700,000)

7.Portrait de l’Artiste sans Barbe karya Vincent van Gogh ($71,500,000). Lukisan ini dibuat di Perancis pada bulan September 1889.

Portrait de l’Artiste sans Barbe karya Vincent van Gogh ($71,500,000)

8. Rideau, Cruchon et Compotier karya Paul Cézanne ($60,500,000). Dilukis antara tahun 1893 – 1894.

Rideau, Cruchon et Compotier karya Paul Cézanne ($60,500,000)

9.Femme aux Bras Croisés karya Pablo Picasso ($55,000,000). Dilukis pada tahun 1901.

Femme aux Bras Croisés karya Pablo Picasso ($55,000,000).

10.Irises karya Vincent Van Gogh ($53,900,000). Dilukis pada tahun 1889, satu tahun sebelum kematian Van Gogh.

Irises karya Vincent Van Gogh ($53,900,000)

Bagaimana dengan lukisan karya orang-orang Indonesia..? Dalam hal ini kita boleh bangga, walaupun harganya masih dikelas milyar, namun hingga saat ini lukisan karya I Nyoman Masriadi berjudul “The Man From Bantul (The Final Round)”, dihargai dengan harga Rp 10 miliar. Harga ini merupakan rekor harga tertinggi di kawasan Asia Tenggara.